Lima tahun lalu, saya membatin, "Ada gak sih bos yang benar-benar cocok sama kita? Kok bos-bos yang saya temui hampir semuanya problematik, ya?"
Pengalaman pindah-pindah tempat kerja 12 tahun belakangan, dengan beragam role dan sektor industri plus bos-bos bermacam karakter, bikin saya serampangan simpulkan, "Mustahil ada bos yang klop 100% sama kita."
Namun, sejak April 2021, kesimpulan saya tersebut terpatahkan.
Saya dipertemukan dengan bos baru. Style komunikasinya low-context, literal, tidak ada bumbu dan gula, tidak ada pesan implisit yang bikin saya nebak-nebak, "Ini maksudnya dia apa ya?", sebab arahannya clear dan transparan. Saya gak perlu main teka-teki lagi kayak dulu.
Kalo saya salah, ya dia pasti bilang salah. Kalo copy atau strategi SEO saya jelek, dia bakal bilang jelek. Tapi, kalo hasil kerja saya bagus, dia takkan segan bilang saya bagus, bahkan di depan orang lain. Fair. No office politic. No drama-drama club.
Semenjak itu, saya mikir lagi, mungkin saya memang tidak butuh bos yang sempurna, dan mau kita cari ke mana pun, ya memang gak bakalan ada.
Saya cuma perlu bos yang beneran manusia, lengkap dengan ketidaksempurnaannya. Yang membebaskan saya menjadi diri sendiri seutuhnya. Tak perlu bermanis-manis untuk mencuri hatinya. Yang perlu saya lakukan sederhana saja: bekerja dan buktikan saja hasil terbaik. Itu saja.
Sayangnya, Jumat kemarin adalah hari terakhirnya bekerja. Setelahnya, dia akan berlabuh ke destinasi baru, tantangan baru, harapan baru. Apakah saya terharu? Sudah tentu.
Ibarat berpasangan, bayangin aja kalo lo tiba-tiba ditinggal pas lagi sayang-sayangnya? Yah, kayak gitu lah rasanya...
Apa pun itu, terima kasih, Pak Fabrian. Bapak telah banyak berjasa bagi saya dalam menemukan diri sendiri seutuhnya, setelah struggle dalam 30 tahun pencarian jati diri. Sehat selalu. Sukses selalu.
NB: alih-alih "beliau", saya sengaja menggunakan frasa "dia". Karena saya yakin dia gak bakalan peduli sama bumbu-bumbu semacam itu, "Gua gak peduli cara lo gimana, terserah! Yang penting aim-nya bener, jangan ngaco", demikian ungkapan yang sering terucap darinya. Sekali lagi, terima kasih, Pak Fabrian.