Senin kemarin saya mendadak mengambil cuti karena malam Seninnya bergadang gak jelas. Saya kepikiran untuk makan siang ke luar saat sedang berjalan kaki pagi—ikhtiar menuntaskan target 17ribu langkah hari itu.
Sudah punya anak, mau makan ke luar saja adalah kemewahan. Sebab perlu memikirkan waktu, cuaca, jenis transportasi, dan menyiapkan stamina karena seringkali sepulang kami dari luar pada siang harinya, bersiaplah untuk malam karena biasanya anak bakalan rewel.
Area kedai Mi Bangka AL lumayan luas. Terik siang itu tidak terlalu kentara karena terpasang kipas angin di tiap sudut. Pemandangan aneka jenis kerupuk yang menggantung di sekeliling kedai membuat saya teringat warung makan di Bandung saat saya masih kecil. Kami disambut sapaan halus dari salah satu pelayan yang berjumlah cukup banyak untuk kedai mi seukuran itu.
Kami disodorkan selembar menu bolak-balik; halaman satu memampang menu-menu makanan, halaman sebaliknya mencantumkan aneka minuman yang dapat dipesan.
Ada yang menarik dari menu makanan lantaran tidak ada pilihan kwetiau di sana—pilihan menu yang biasanya selalu ada di hampir semua penjual Mi Bangka yang saya temui. Di sini hanya menawarkan opsi mi atau bihun. Selain kedua itu, tersedia menu nasi tim, dan bakso tahu kuah yang terdiri dari 8 buah bakso serta 1 tahu.
Saya memesan Mi Ayam Bakso Tahu Kering - Manis, atau jika di Bandung saya mengenalnya sebagai mi yamin; mi yang disajikan sudah diaduk dengan kecap manis. Mengenai istilah kering pada menu tersebut, mungkin maksudnya adalah kuahnya dipisah, sehingga minya tetap kering, tidak terkontaminasi oleh kuah. Sebab ada menu lain yang mencantumkan "Kuah Disatuin".
Tak perlu menunggu lama, mi yamin terhidang di meja saya dengan aroma yang menggoda. Selain aroma yang rentan gagalkan diet, saya pun kaget campur bahagia menyaksikan porsi yang disajikan di sini ternyata seabreg! Mungkin dua kali porsi mi ayam Bangka biasa, sehingga saya makin semangat untuk melahap sampai tandas mi yamin di depan mata—terlebih saya memang belum makan dari pagi.
Sebelum makan, otak saya seolah sudah berada dalam posisi stand by untuk melakukan benchmarking (istilah macam apa ini) antara Mi Bangka AL versus Mi Apollo (iya, referensi saya mah cetek cetek aja kok). Saya coba dahulu makan minya tanpa menambahkan apa apa semacam sambal, saus sambal, cuka dan sebagainya.
Untungnya porsi Mi Bangka AL tergolong jumbo sehingga perut saya langsung mawas diri dan cepat memberi sinyal kenyang ke otak. Bukan cuma sinyal kenyang, namun tentu saja sinyal enak! Cita rasa Mi Bangka AL dengan gegas mengirimkan referensi baru "bagaimana seharusnya rasa makanan enak itu?" ke memori saya.
Es campur yang dipesan istri pun sepertinya menggiurkan, saya cuma mencoba seseruput. Es campur yang direkomendasikan oleh pelayan Mi Bangka AL ini mengusung 9 macam isian: alpukat, kelapa, nangka, kolang-kaling, agar-agar, cincau, cendol, tape ketan, dan tape singkong.
Tapi saya pikir, mumpung Senin, di mana semua orang tenggelam dalam memulai pekerjaan pada hari pertama penuh kebencian itu, saya pun akhirnya memutuskan makan siang ke luar bersama anak istri.
Kebetulan saya sedang diliputi rasa penasaran sama Mi Bangka AL berupa khazanah kuliner sederhana yang terdiri dari mi, ayam, sayuran, dan tambahan bakso atau tahu itu. Kata orang Jakarta sekalipun, kalau belum mencoba Mi Bangka AL lo belum sah jadi orang Bogor, walau sedikit lebay sih.
Kedai Mi Bangka AL berlokasi di seberang pelataran parkir roda dua Bogor Junction—tepatnya di pinggir jalan sebelah kanan menuju Pasar Anyar. Pukul 11 siang kami tiba di sana. Kedai belum terlampau ramai. Pada satu meja, ada sekitar delapan ibu-ibu yang tengah bercengkerama sembari menyantap mi dan menyeruput es campur, lengkap dengan simbahan peluh di kening—mungkin lantaran saking menikmati.
Kebetulan saya sedang diliputi rasa penasaran sama Mi Bangka AL berupa khazanah kuliner sederhana yang terdiri dari mi, ayam, sayuran, dan tambahan bakso atau tahu itu. Kata orang Jakarta sekalipun, kalau belum mencoba Mi Bangka AL lo belum sah jadi orang Bogor, walau sedikit lebay sih.
Kedai Mi Bangka AL berlokasi di seberang pelataran parkir roda dua Bogor Junction—tepatnya di pinggir jalan sebelah kanan menuju Pasar Anyar. Pukul 11 siang kami tiba di sana. Kedai belum terlampau ramai. Pada satu meja, ada sekitar delapan ibu-ibu yang tengah bercengkerama sembari menyantap mi dan menyeruput es campur, lengkap dengan simbahan peluh di kening—mungkin lantaran saking menikmati.
Area kedai Mi Bangka AL lumayan luas. Terik siang itu tidak terlalu kentara karena terpasang kipas angin di tiap sudut. Pemandangan aneka jenis kerupuk yang menggantung di sekeliling kedai membuat saya teringat warung makan di Bandung saat saya masih kecil. Kami disambut sapaan halus dari salah satu pelayan yang berjumlah cukup banyak untuk kedai mi seukuran itu.
Kami disodorkan selembar menu bolak-balik; halaman satu memampang menu-menu makanan, halaman sebaliknya mencantumkan aneka minuman yang dapat dipesan.
Ada yang menarik dari menu makanan lantaran tidak ada pilihan kwetiau di sana—pilihan menu yang biasanya selalu ada di hampir semua penjual Mi Bangka yang saya temui. Di sini hanya menawarkan opsi mi atau bihun. Selain kedua itu, tersedia menu nasi tim, dan bakso tahu kuah yang terdiri dari 8 buah bakso serta 1 tahu.
Saya memesan Mi Ayam Bakso Tahu Kering - Manis, atau jika di Bandung saya mengenalnya sebagai mi yamin; mi yang disajikan sudah diaduk dengan kecap manis. Mengenai istilah kering pada menu tersebut, mungkin maksudnya adalah kuahnya dipisah, sehingga minya tetap kering, tidak terkontaminasi oleh kuah. Sebab ada menu lain yang mencantumkan "Kuah Disatuin".
Tak perlu menunggu lama, mi yamin terhidang di meja saya dengan aroma yang menggoda. Selain aroma yang rentan gagalkan diet, saya pun kaget campur bahagia menyaksikan porsi yang disajikan di sini ternyata seabreg! Mungkin dua kali porsi mi ayam Bangka biasa, sehingga saya makin semangat untuk melahap sampai tandas mi yamin di depan mata—terlebih saya memang belum makan dari pagi.
Sebelum makan, otak saya seolah sudah berada dalam posisi stand by untuk melakukan benchmarking (istilah macam apa ini) antara Mi Bangka AL versus Mi Apollo (iya, referensi saya mah cetek cetek aja kok). Saya coba dahulu makan minya tanpa menambahkan apa apa semacam sambal, saus sambal, cuka dan sebagainya.
Begitu kunyahan pertama, saya langsung jatuh cinta sama Mi Bangka AL. Rasanya tuh... gimana ya, sulit sekali untuk dipaparkan, bukannya saya malas mengelaborasi rasa, namun demikianlah adanya.
Bawang goreng dan sledri menemani sengatan lezat mi di lidah. Mi yamin yang sudah mengandung adonan kecap manis dan racikan bumbu, meskipun saya pernah mencoba menu sejenis di Bandung, namun lidah seolah baru mengenal rasa itu. Dan lidah mengatakan rasa tersebut sebagai makanan enak.
Bawang goreng dan sledri menemani sengatan lezat mi di lidah. Mi yamin yang sudah mengandung adonan kecap manis dan racikan bumbu, meskipun saya pernah mencoba menu sejenis di Bandung, namun lidah seolah baru mengenal rasa itu. Dan lidah mengatakan rasa tersebut sebagai makanan enak.
Entahlah apa yang bikin enak? Tekstur mi? Bisa jadi, karena tekstur Mi Bangka AL tergolong padat—tidak lembek, namun tetap lembut. Bisa juga dipengaruhi takaran kecap yang pas, sebab ada juga mi yamin yang kebanyakan kecap sehingga rasanya kemanisan alias giung.
Atau yang paling bikin enak adalah topping ayamnya? Bisa jadi, karena geruntulan ayam yang bertekstur kering itu memang sempurna: ukuran dan kuantitasnya pas, tidak berbau amis, tidak pula bau bumbu. Pada akhirnya segala kemungkinan itu menjadi kesempurnaan rasa saat berbaur dalam setiap suapan.
Saya coba guyur mi dengan saus sambal dan sedikit sambal cabe. Rasanya tetap enak. "Gangguan" saus dan sambal tadi sama sekali tidak mengacaukan racikan mi yang asli, sebab mungkin memang karakter bumbunya sendiri sudah telanjur kuat sehingga rasanya tetap solid.
Untungnya porsi Mi Bangka AL tergolong jumbo sehingga perut saya langsung mawas diri dan cepat memberi sinyal kenyang ke otak. Bukan cuma sinyal kenyang, namun tentu saja sinyal enak! Cita rasa Mi Bangka AL dengan gegas mengirimkan referensi baru "bagaimana seharusnya rasa makanan enak itu?" ke memori saya.
Es campur yang dipesan istri pun sepertinya menggiurkan, saya cuma mencoba seseruput. Es campur yang direkomendasikan oleh pelayan Mi Bangka AL ini mengusung 9 macam isian: alpukat, kelapa, nangka, kolang-kaling, agar-agar, cincau, cendol, tape ketan, dan tape singkong.
Percobaan saya yang cuma seseruput itu sih oke, dengan variasi isian yang terdiri dari 9 macam itu, rasanya tetap dalam satu kesatuan yang utuh dan "engga maksa".
Untuk harga Mi Bangka AL sangat worth it. Seporsi jumbo Mi Ayam Bakso Tahu Kering - Manis alias Yamin tadi dibanderol seharga 25ribu, es campur 17ribu, dan es teh manis 5ribu.
Dengan demikian, mulai hari ini saya menobatkan bahwa Mi Ayam Bangka paling enak di Bogor adalah... Mi Bangka AL.
Dan Mi Apollo pun tentu saja tak kalah enak.[]
Kuliner Bogor
Mie Ayam Bakso AL Bogor
Buka mulai pukul 09.00 - 00.00 (Senin-Minggu)
Jalan Sawojajar No. 43, Pabaton, Bogor Tengah, Kota Bogor, Jawa Barat 16121
Nomor kontak: 0812-8145-893
Dengan demikian, mulai hari ini saya menobatkan bahwa Mi Ayam Bangka paling enak di Bogor adalah... Mi Bangka AL.
Dan Mi Apollo pun tentu saja tak kalah enak.[]
Kuliner Bogor
Mie Ayam Bakso AL Bogor
Buka mulai pukul 09.00 - 00.00 (Senin-Minggu)
Jalan Sawojajar No. 43, Pabaton, Bogor Tengah, Kota Bogor, Jawa Barat 16121
Nomor kontak: 0812-8145-893
Kalau Yung Bangka? Menurutku lebih enak itu daripada Apollo dan AL.
BalasHapusHmm.. saya belom pernah nyoba Yung kang hahaa..
HapusBener sih kang, kalo kata temen, ada yang bilang lebih enak Yung Bangka, ada yang bilang lebih enak Bakmi AL :D
Urusan kuliner biasanya aku tanya teman-teman, kalau rasa tinggal cocok di lidah pasti enak. Hhahahahha, apalagi berkaitan dengan mie, aku belum bisa merasakan mana yang lebih enak.
BalasHapusHehe.. siap mas :D
Hapus