Is it fast enough so we can fly away?
We gotta make a decision
Leave tonight or live and die this way
—Tracy Chapman
Semingguan lagi saya akan menikah.
Pikiran dan perasaan saya diaduk-aduk persiapan pernikahan, kerjaan, presentasi, masuk kuliah (kuliah lagi dan lagi dan lagi), berat badan. Yang satu barusan mesti saya bold. Saya makin gendut. Pararusing lah aing, rarungsing. Rasanya, ngaca aja tengsin. Apalagi kalau tampak samping dan baju dimasukin.
Gendut adalah topik abadi di blog ini, dan mungkin gendut adalah alasan saya menulis. Kalau saya gak gendut tentu saja saya lebih milih jadi mojang jajaka. Lagi pula, saya rasa berat badan adalah topik yang seharusnya menjadi pop di Indonesia, seviral meme pernikahan Raisa. Udah makin banyak kok orang-orang gendut di sini, sebanyak yang patah hati kemarin.
Baiklah, kita bahas dulu tentang berat badan. Akhir-akhir ini berat badan saya gampang naik dan gampang turun. Seperti yoyo. Mungkin karena saya gak konsisten dan banyak alasan. Start diet ini, stop, start diet metode itu, sakit, stop, coba-coba puasa sekalian diet, makannya jadi kalap, tapi enggak stop sih kalau yang satu ini.
Olahraga makin jarang lantaran bangun pagi telat mulu, maklumlah sering bergadang. Ini juga kayaknya yang bikin siklus keseharian kacau padahal tahun lalu udah lumayan teratur. Bergadang juga sebenernya gak jelas berbuat apa. Cuma tiduran di sofa sambil nonton tv, eh tau-tau udah setengah satu, dan besok harus bangun pagi. Boro-boro baca buku Murakami lagi. Gak produktif sama sekali.
Efeknya saya makin gampang capek. Jalan dikit, keringetan dan kesemutan. Nyetandarin motor, narik napas dan benerin kuda-kuda dulu. Sekalinya jogging satu jam, engkel kiri keseleo. Nunggu engkel sembuh seminggu, ternyata berat badan naik dua kali lipat dari turunnya. Mau jadi apalah.
Efeknya saya makin gampang capek. Jalan dikit, keringetan dan kesemutan. Nyetandarin motor, narik napas dan benerin kuda-kuda dulu. Sekalinya jogging satu jam, engkel kiri keseleo. Nunggu engkel sembuh seminggu, ternyata berat badan naik dua kali lipat dari turunnya. Mau jadi apalah.
Gak bakal habis-habis ngomongin itu. Kembali ke maklumat awal.
Sebenernya masih percaya gak percaya bakal punya istri tahun ini. Seperti mimpi saja minggu depan bakal nikah. Nikah sama seseorang yang sejak lima tahun lalu ketemu di kolom komentar blog ini. Seseorang yang waktu itu diam-diam saya segani dan merasa mustahil akan dan dapat bersamanya. Seperti sebuah kebetulan tapi saya percaya ini adalah sebuah suratan (dengan sedikit kenekatan hehe).
Yang pasti, saya harus belajar segalanya sih. Sampai kapan, entahlah, katanya sih sampai tua pun kita harus terus belajar dari apa yang terjadi dahulu, kemarin, sekarang, dan nanti. Katanya juga sih, orang-orang di sekitar kita mencontohkan hal-hal baik dan hal-hal buruk, semata sebagai cermin buat kita. Memang dan pasti tidak mudah. Kalau sendiri-sendiri pasti berat, harus berdua. Saya yakin nanti kita masih bisa menikmati indahnya bulan purnama berdua, meskipun pada akhir bulan. Sambil berdoa kelak bulan hanya berawal dan tidak berakhir. Seperti kita?[]