*
Gak kerasa, besok udah genap seminggu saya gak tinggal sendiri di rumah. Rumah yang sebelumnya sepi, suara yang biasa menemani saya cuma dengkuran kulkas sesekali, atau alarm meteran listrik rumah tetangga yang lama tak ditinggali. Serasa mimpi sepulang kerja, nyala lampu dan meja makan yang sebelumnya kosong sudah menyambut. Siapa lagi yang menyambut? Tentu saja dia.
Mulai awal September, enggak tahu kenapa, aktivitas malah makin padet, malem-malem di rumah masih aja mantengin kerjaan. Sabtu dan Minggu berasa hari biasa. Boro-boro sempet olahraga, yang ada makan makin banyak. Mungkin godaan menjelang hari pernikahan. Kata temen-temen dan kakak-kakak sih, wajah saya saat di pelaminan tampak lelah, diarahkan pose senyum sama tukang foto pun susah. Ya, bener sih, capek. Capeknya serasa diakumulasi dan puncaknya hari itu. Capek tapi seneng. Banget.
Seperti yang sudah saya duga, sampai akhir September masih padet aja. Kasihan sebenernya sama dia, gak bisa ngajak dia bervakansi beberapa hari ke luar kota, apa lagi menginap berdua ke luar pulau perawan. Kita langsung berkegiatan normal gitu aja tanpa bersantai-santai dan bersenang-senang berdua, sejenak lari dari riuh rutinitas. Tapi yah, mungkin beginilah realitas.
Seperti yang sudah saya duga, sampai akhir September masih padet aja. Kasihan sebenernya sama dia, gak bisa ngajak dia bervakansi beberapa hari ke luar kota, apa lagi menginap berdua ke luar pulau perawan. Kita langsung berkegiatan normal gitu aja tanpa bersantai-santai dan bersenang-senang berdua, sejenak lari dari riuh rutinitas. Tapi yah, mungkin beginilah realitas.
Sebelumnya saya gak berharap apa-apa darinya, sebab saya merasa, dia adalah harapan saya seutuhnya. Tapi, hari pertama aja, dia udah nyempetin masak. Enak pula. Oke, mungkin ini karena hari pertama, pikir saya. Tapi besoknya dia masak lagi yang rasanya lebih enak. Besoknya lagi dan lagi, entahlah, bagaimana nasib perut saya tiga bulan ke depan.
Apakah itu saja? Terlalu banyak dan saya tidak mampu menuliskannya di sini satu per satu.
Tidak tahu, siapa yang merasa paling beruntung menjadi kita, saya atau dia. Saya. Ya, tentu saya.[]
Nasib perut kamu ada ditangan aku hahahahahaha
BalasHapushmm :(
Hapus