Berdoa Berdua

Senja di sini adalah pameran otomotif tanpa booth dengan kontes klakson di setiap persimpangan. Sinar lampu rem lebih semarak dari jingga keemasan yang suka dicuri para penikmat kesepian menggunakan tustel pembeku waktu. Jalan bolong sesekali melahap ban pengendara yang terbodohi sibuk. Tak ada pilihan selain merelakan.

Penyiar radio mengulang lelucon kemarin, kemarin, kemarinnya lagi, menghibur khalayak yang kembali mengulang kebosanan setiap sore menuju rumah, mungkin menghibur, satu-satunya pekerjaan yang merindukan konvensional.

Aku sedang ingin pulang berdua. Aku pernah mencoba berusaha berdua namun bertahun-tahun yang dapat kulakukan hanya berdoa agar tak lagi berdua. Manusia tidak pernah sungguh menikmati kesendirian, hanya saja karena lebih dari sendiri tidak menyelesaikan apa-apa, maka kebanyakan tidak melakukan apa-apa agar lekas menggandakan.

Mencipta peduli lahirkan pamrih untuk dipedulikan. Berkorban demi terima pengorbanan. Menjaga rahasia supaya rahasia terlihat sebagai wajar sepintas lalu. Mencinta agar dicinta. Siapa yang seharusnya lebih dahulu memberi?

Terbangun sebelum subuh tanpa dering beker mudah sekali apabila dunia mulai terasa penuh untuk dipikir dan dipedulikan. Kesempitan menyeret kamarmu yang semula terdampar berantakan di kepalaku mulai pindah ke bibir orang lain. Tapi mengapa kau serampangan membawa pula hatiku ke sana? Aku ingin baik-baik sendirian.[]

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama