Entah ada magis apa, Oktober selalu berat setiap tahun. Setidaknya bagi saya dan untuk saya hadapi. Termasuk tahun ini. Awal bulan, kejenuhan melanda. Bingung mesti berbuat apa dan bercerita kepada siapa supaya hidup saya tidak biasa-biasa lagi. Menjelang penutup Oktober, sebaliknya; situasi bagai roller coaster, memiuh adrenalin. Doa saya awal bulan agar tidak hidup lurus-lurus saja rupanya langsung terkabul pada akhir bulan.
Minggu ke lima lari Minggu pagi kemarin, pikiran dan hati terasa kosong. Mungkin efek aspal basah perbuatan hujan semalam silam yang bikin sol sepatu kurang mantap pendaratannya. Mungkin keadaan jiwa saya makin berantakan. Apalah, apalah kemungkinan-kemungkinan yang persetan, tapi jarak terjauh akhirnya berhasil saya tempuh kembali. Berharap besok pagi juga.
Kabar yang ditunggu-tunggu masih menunda agar segera berjumpa. Selasa kemarin datang ke sana disambut jalanan basah, pulang ke sini dengan mata basah. Kecengengan yang ke sekian dalam perjalanan. Saya lelah menghitungnya namun benak berinisiatif mencatat. Yang pasti, ke depannya masih ada, dan harus mulai membiasakan, karena hidup kayaknya memang begitu-begitu saja.
Kabar kabur itu menjadi kado yang paling buruk untuk ibu saya yang berulang tahun ke 62 tanggal 26 lalu. Perpaduan tanggal dan usia yang cantik. Tidak seperti kado yang saya berikan semalam itu. Sejinjing take away Hokben 26 Oktober sore sepulang kerja cuma kesia-siaan. Tahun depan, jangan lagi begini, jangan lagi.
Dua bulan lagi. Tinggalkan tahun yang sangat laki-laki. Resolusi tinggal resolusi. Sakit hanya ingin berumah di hati.[]
#Update Minggu pagi: Sakit bukan hanya ingin bermukim di hati. Tapi juga kaki! Engkel kanan kena lagi. Aaarrghh... babiiii!
#Update Minggu pagi: Sakit bukan hanya ingin bermukim di hati. Tapi juga kaki! Engkel kanan kena lagi. Aaarrghh... babiiii!
Tags:
gue banget