Beberapa bulan lalu, saya gelisah saat berada dalam antrean pengisian bahan bakar di SPBU Kota Baru Parahyangan, Padalarang. Pengantre-pengantre di depan saya mengisi tangki sepeda motornya sendiri. Tanpa diisikan oleh petugas seperti lazimnya terjadi di SPBU Pertamina lain selama ini.
Satu per satu pengendara melakukan hal yang sama, kemudian tibalah giliran saya yang kian bersimbah keringat dingin, kepalang gengsi disangka norak karena baru pertama kali menghadapi kegiatan ini. Seumur-umur belum pernah mengisi tangki motor sendiri tanpa dilayani petugas, memegang nozzle sekalipun tak pernah.
Dengan kaku, saya genggam nozzle itu. Setelah petugas perempuan mengisikan nominal uang ke dalam mesin, saya segera menarik tuas nozzle. Batang itu sempat terlonjak karena tangan saya belum siap menerima dorongan yang ternyata lumayan kuat. Si bensin biru pun menciprat tangki bagian luar dan celana saya pun kena. Alhasil saya longgarkan tarikan tuas itu supaya dorongan aliran bensin melemah.
Buat apa sih tujuan pemberlakuan self service di SPBU kampung halaman saya ini? Apakah dengan self service, kita mendadak sekeren aktor Amerika yang kerap mampir di Gas Station dalam scene film-film Hollywood? Lantaran SPBU ini berlokasi di kompleks perumahan kelas menengahngehek ke atas, jadi budaya mengisi bensinnya pun kudu kebarat-baratan?
Dan kalau memang mereka bertujuan untuk mengurangi jumlah petugas atau man power, kok masih tetap ada petugas berdiri di samping mesin, mengentri nominal atau volume bahan bakar yang kita kehendaki? Sementara pada akhirnya kita mesti repot-repot menyorongkan nozzle sendirian?
Jikapun dipaksakan demikian, seyogianya bahan bakar yang dijual di SPBU yang menerapkan kebijakan self service berharga lebih murah dari metode konvensional, sebab petugas sekadar bertindak sebagai juru ketik mesin pengisian atau bahkan nihil sama sekali. Bagi saya self service sama saja dengan masturbasi. Buat apa mengupah petugas mahal-mahal jika toh harus melakukannya seorang diri?[]
Satu per satu pengendara melakukan hal yang sama, kemudian tibalah giliran saya yang kian bersimbah keringat dingin, kepalang gengsi disangka norak karena baru pertama kali menghadapi kegiatan ini. Seumur-umur belum pernah mengisi tangki motor sendiri tanpa dilayani petugas, memegang nozzle sekalipun tak pernah.
Dengan kaku, saya genggam nozzle itu. Setelah petugas perempuan mengisikan nominal uang ke dalam mesin, saya segera menarik tuas nozzle. Batang itu sempat terlonjak karena tangan saya belum siap menerima dorongan yang ternyata lumayan kuat. Si bensin biru pun menciprat tangki bagian luar dan celana saya pun kena. Alhasil saya longgarkan tarikan tuas itu supaya dorongan aliran bensin melemah.
Buat apa sih tujuan pemberlakuan self service di SPBU kampung halaman saya ini? Apakah dengan self service, kita mendadak sekeren aktor Amerika yang kerap mampir di Gas Station dalam scene film-film Hollywood? Lantaran SPBU ini berlokasi di kompleks perumahan kelas menengah
Dan kalau memang mereka bertujuan untuk mengurangi jumlah petugas atau man power, kok masih tetap ada petugas berdiri di samping mesin, mengentri nominal atau volume bahan bakar yang kita kehendaki? Sementara pada akhirnya kita mesti repot-repot menyorongkan nozzle sendirian?
Jikapun dipaksakan demikian, seyogianya bahan bakar yang dijual di SPBU yang menerapkan kebijakan self service berharga lebih murah dari metode konvensional, sebab petugas sekadar bertindak sebagai juru ketik mesin pengisian atau bahkan nihil sama sekali. Bagi saya self service sama saja dengan masturbasi. Buat apa mengupah petugas mahal-mahal jika toh harus melakukannya seorang diri?[]
Tags:
lifepedia