Setelah kemarin membahas kuliner Cirebon yaitu Waroeng SS Tuparev yang enggak terlalu Cirebon banget lantaran basisnya dari Jogja serta cabangnya berada di mana-mana, pagi ini marilah kita membincang kuliner yang sangat Cirebon: nasi lengko. Adakah yang familiar?
Sepintas, nasi lengko mirip dengan pecel, akan tetapi meminjam istilah Kang Banyumurti, bumbu kacangnya lebih light. Yah, bumbu kacangnya encer, tidak sekental bumbu pecel atau gado-gado. Selain itu penyajiannya pun lebih sederhana, cukup dilengkapi dua macam sayuran yaitu potongan timun serta setumpuk kecambah, lantas dibubuhi potongan tahu dan tempe goreng. Tidak lupa bawang goreng, aksesoris inilah yang bikin nikmat.
Lokasi cabang Pagongan, tepat di seberang Grage, tepat di samping Nasi Jamblang Mang Dul |
Tempat makan nasi lengko yang kesohor di Cirebon adalah Nasi Lengko Haji Barno yang berlokasi di Jalan Pagongan. Semula saya berniat ke situ, dan memang pada siang itu saya telah berusaha muter-muter Cirebon, sampai nyaris nyasar ke jalur Pantura menuju Tegal. Setelah satu setengah jam ngalor ngidul dalam artian sesungguhnya, barangkali saya memang tak ditakdirkan untuk menemukan Jalan Pagongan, sehingga saya memutuskan untuk pulang melalui Jalan Cipto. Eh ternyata setelah melewati Grage Mall, mata saya menyambar tulisan pada spanduk bangunan seberang Grage Mall: Nasi Lengko Haji Barno, cabang Pagongan. Dasar rejeki anak soleh yang hobi nyasar.
Tak apalah sesekali (meskipun udahnya puyeng, padahal cuma lima) |
Di Cirebon, nasi lengko lazim ditemani oleh sate kambing muda. Meskipun bumbu kacang sate sedikit bentrok dengan bumbu kacang lengko, ketahuilah, rasanya tidak seanarkis bentrokannya. Gurih-gurih enyoy. Daging kambing muda yang empuk, dengan diselingi oleh gajih yang aduhai.. lumer secara otomatis di lidah dalam kuluman pertama, merupakan kenikmatan tiada tara sebelum tersadar bahwa saya sempat divonis darah tinggi dan memang mewarisi garis keturunan darah tinggi. Ah, untung cuma pesan lima tusuk.
Bukit bawang |
Tetapi, maaf, dengan jujur saya katakan bahwa justru tidak ada yang istimewa dengan nasi lengko Haji Barno. Apabila dibandingkan dengan nasi lengko kaki lima seharga goceng yang mangkal di samping Masjid As-Soheh Citeureup pada malam hari, rasanya malah enakan yang di Citeureup. Terlebih ketika saya tiba di kasir kemudian diberitahu bahwa total harganya sebesar 33 ribu, terdiri dari nasi lengko, 5 tusuk sate kambing muda, es teh manis, air putih, kerupuk kecil 3 keping. Entahlah, apakah lidah saya yang aneh, ataukah… dompet saya yang apa adanya. Yang terakhir lebih masuk akal sepertinya.
*
Di sebelah nasi lengko Haji Barno terdapat kuliner khas Cirebon lain yakni Nasi Jamblang Mang Dul yang konon merupakan nasi jamblang paling enak di Cirebon. Akan tetapi saya tidak kepingin icip-icip di situ lantaran telanjur kapok sehabis mencoba nasi jamblang di salah satu kedai yang berlokasi tepat di jantung kelahirannya: Jalan Jamblang.
Yang membuat saya kecewa adalah rasa nasi jamblang tersebut cenderung biasa, akan tetapi harganya di luar nalar, sebab sambal goreng yang tidak pedas pun dihargai dua ribu. Padahal lauknya sama telor dadar, tahu sayur, sate telor puyuh. Habisnya 18 ribu. Kenyang pun enggak, karena ketahuilah satu bungkus nasi jamblang itu lebih kecil dari nasi kucing di angkringan Jogja. Kebayang gak, minimal harus makan berapa bungkus supaya kenyang? Minimal tiga bungkus, itu pun setelah sampai di kosan, saya makan lagi sama ketoprak. Sepulang dari warung tersebut tempo hari, saya bertekad untuk tidak lagi mencoba nasi yang dibungkus daun jati tersebut, meskipun dijajakan oleh ahlinya Nasi Jamblang yaitu Mang Dul. Maaf ya, Nasi Jamblang.[]
Skor Nasi Lengko Haji Barno Cabang Pagongan :
Rasa : 7,5
Tempat : 7,5
Pelayanan : 7
Harga : 6,5
Instagramable : 7