Perayaan Ulang Tahun

Ketika mendekati tanggal lahir, saya suka senyum-senyum sendiri. Hari ulang tahun bagi saya adalah sama seperti hari-hari biasa. Tak perlu ada perayaan bernuansa hura-hura, kejutan istimewa, hingga colek demi colek krema kue tar berlukiskan happy birthday ke-sekian. Namun itu sekarang. Kalau ingat dulu, saya sadar betapa absurdnya diri saya.

Jika tak lupa ingatan, kelas 1 SD saya menyaksikan ibu seorang temen membagi-bagikan bingkisan ke semua temen anaknya yang isinya snack-snack anak-anak semacam ciki, mie remez, wafer superman, atau agar-agar inaco. Pernah mengalami juga dikasih begituan sama temen yang ulang tahun? Nah, saya juga pengen dong dibegituin. Sepulangnya hari itu saya merengek sama Mamah biar dibikinin begituan kalo ulang tahun, bagi-bagi bingkisan sama temen. Beliau cuma senyum dan dan saya tahu arti senyum itu, yang membuat saya cemberut. Namun beliau menawarkan opsi lain, yaitu bikin seloyang agar-agar kemudian ditengahnya ditaruh lilin ulang tahun kecil, dan dan saya senang sekali waktu itu.

Beberapa tahun kemudian, kelas 5 SD, saya melihat temen-temen yang ulang tahun diguyur oleh berember-ember air maupun air dalam bungkusan plastik. Senang rasanya ikut-ikutan hal demikian, apalagi kalau memang teman yang berulangtahun adalah teman yang periang dan pandai memeriahkan suasana, maka bertambah meriahlah acara main air di lapangan tersebut, saling perang air satu sama lain di lapangan sekolah tanpa kelahi.

Sayangnya, saya tergolong anak pendiam dan kaku, bukan tipe yang asyik lah bagi temen-temen sebaya. Ketika memasuki tanggal ulang tahun, dari malem saya ngarep banget sekaligus ragu besok diguyur air rame-rame, sebagaimana yang pernah teman-teman lain alami.

Esok siangnya sepulang sekolah, nyaris saja semua teman-teman pulang, sebelum saya berbisik kepada teman sebangku saya,

“Eh, ini tanggal berapa?”

“Kalo gak salah, 22 Agustus. Kenapa emang, Cep?”

“Hari ini aku ulang tahun.”

“Hah, emang iya?”

“Sumpah kesamber petir!” kala itu mantra sumpah macam ini lagi gaul-gaulnya.

“Oke kalo gitu, tunggu di sini ya.”

Kemudian teman sebangku saya itu memanggil teman-teman lain, membentuk lingkaran seperti briefing para pemain hendak bermain sepakbola. Tiada berapa lama salah seorang teman berlari menghampiri saya sambil mengguyurkan air dari ember, teman-teman lain berhamburan mengikuti. Plastik-plastik berisi air beterbangan di atas kepala. Rupanya harapan saya supaya ulang tahun saya diperlakukan seperti ulang tahun teman-teman lain terwujud, walaupun harus dengan cara konyol; saya membisiki temen bahwa hari ini adalah ulang tahun saya. Bahagia kala itu masih terkenang sampai sekarang, kenangan yang memalukan. Ada ternyata orang yang ngarep dibanjur pas hari ulang tahun. Saya.

*

Masa STM adalah masa-masa di mana surprise ulang tahun terjadi begitu sadis, namun memorable, karena semua teman sedemikian perhatian kepada masing-masing individu, yah, kendati perhatiannya diaktualisasikan dalam mengikat lengan seorang teman melingkar ke pohon dengan tali rafia atau tali apa saja yang diketemukan di sekitar lingkungan sekolah, di mana keadaan sore itu adalah hujan turun begitu deras ditambah tusukan hawa Bandung yang dingin. Badan temen saya yang kurus semakin keriput. Satu jam ia dibiarkan berhujan-hujan sambil memeluk pohon. Saya ingat, esoknya dia langsung absen karena meriang panas dingin. Saya pun pernah mengalami hal seperti itu kala hari ulang tahun tiba. Mengerikan tapi ngangenin.

Ditambah lagi saya aktif di ekskul, dan betapa bahagianya karena ulang tahun saya jatuh bertepatan dengan tanggal ulang tahun ekskul yang saya ikuti. Jadi serasa diulangtahunkan setiap tahun, dan memang sepulang acara biasanya ada acara guyur-guyuran juga. Asyik deh masa-masa STM.

Memasuki kuliah, sepertinya saya harus melupakan ritual guyur-guyuran seperti itu karena sebagaian teman teman saya terpaut dua tahun usianya dari saya, sehingga saya harus tahu diri dan jaga image, dan sejatinya saya udah gak nafsu juga guyur-guyurin orang yang lagi ulang tahun. Selain itu bulan Agustus selalu bertepatan dengan liburan semester genap yang biasanya tiga bulan, dan mulai masuk semester baru biasanya bulan september. Alhasil ulang tahun saya adem ayem aja. Tapi sempat pada 2013 tanggal 22 Agustus saya sudah masuk kuliah dan gak ngarepin kejutan apa-apa, saya sekadar ingin berbagi kebahagiaan dengan membawa dua dus lapis bogor Sangkuriang ke kelas. Entahlah cukup atau tidak pada waktu itu, yang penting saya senang sekali bisa berbagi kebahagiaan di hari ulang tahun, mewujudkan angan pada waktu SD: ingin berbagi makanan dengan teman-teman dan dosen.

Walaupun di kampus, saya memang bukan teman yang asyik. Bukan pula teman yang cocok untuk dicurhati atau sebagai tempat bertanya segala hal, karena gak terlalu pinter juga, di bawah rata-rata malah. Gak suka maen futsal karena emang gak bisa nendang bola, bisanya cuma tackling dan sliding. Gak suka maen game, sukanya baca buku, dan sayangnya sedikit banget temen yang suka baca buku, jadi saya sedikit terasing di kelas. Saya orangnya kaku. Kalo bercanda pun kadang gak semua orang ngerti pada bagian mana ia mesti ketawa. Bukannya menyalahkan, tapi emang dari sononya begitu. Didikan orangtua saya mungkin emang kaku, jadi hasilnya begini, saya akui. Tapi sekarang enggak terlalu sih, secara alamiah dan naluriah dan kondisional saya berusaha untuk agak luwes menghadapi berbagai karakter orang yang ternyata unik-unik dan memang tidak ada manusia yang sempurna, dan kita tidak butuh teman yang sempurna, kita cuma butuh teman. Udah gitu aja.

Di balik kekonyolan-kekonyolan di atas, saya kangen banget sama temen-temen yang pernah saya temui dan mewarnai 24 tahun hidup saya. Semuanya.[]

2 Komentar

Lebih baru Lebih lama