Mampir ke Mie Apollo Jambu Dua



Saat ini di Bogor banyak menjamur kedai-kedai mie ayam, mie bangka, atau ragam istilah lain namun memiliki konsep inti yang sama-sama sederhana: mie yang dilengkapi ayam berbumbu, sawi, dan taburan daun bawang atau seledri.

Di Bogor sendiri terdapat kedai mie bangka yang terkenal sejak lama. Mie Apollo namanya. Pertama kali berdiri di Pasar Anyar, namun sampai sekarang sudah membuka beberapa cabang, salah satunya di foodcourt lantai dasar Plaza Jambu Dua. Di cabang inilah saya pertama kali mengenal Mie Apollo ketika bersama orangtua berkunjung ke rumah kakak di Jalan Ahmad Yani, dulu. Biasanya pada sore hari, kakak saya mengajak kami ke Jambu Dua, bukan untuk beli hape, melainkan ngantre beli mie ayam.

Mengantre? Ya, dulu kedai itu memang selalu ramai oleh pengunjung tua maupun muda. Mungkin karena belum banyak pusat perbelanjaan pada masa itu. Botani Square belum ada, adapun Plaza Pangrango sering kebakaran, jadi Jambu Dua adalah tempat yang lumayan strategis untuk menghabiskan akhir pekan bagi sebagian besar masyarakat Bogor, termasuk anak muda saat itu. Karena selain ratusan gerai ponsel, di Jambu Dua pun terdapat Ramayana, aneka macam restoran Fastfood, salon, dan gerai-gerai lain. Jambu Dua adalah one stop shopping, pada masanya. Termasuk Mie Apollo yang cukup kuat bertahan di tengah persaingan usaha kuliner yang kian greget di Bogor.

Beberapa hari lalu saya ke sana. Tidak terlampau ramai seperti dulu, namun tetap ada saja yang bergantian berkunjung ke kedai itu. Saya memesan mie ayamnya, minumnya cukup teh botol karena saya rasa tidak ada minuman yang sangat spesial di sini. Metode pemesanan di Mie Apollo masih mengusung cara jadul; pelayan meneriakkan kode atau singkatan menu ke koki atau petugas racik. Misalnya, kode menu mie ayam adalah nomor 1. Teh botol disingkat tehbot. Jadi setelah saya memesan, pelayan langsung berteriak: "Satu plus tehbot." Begitupun dengan kwetiau atau nasi tim, disebutkan kode berupa nomor maupun singkatan. Kurang lebih seperti itu.



Pesanan datang dengan cepat dan segera saya sikat. Emm.. porsinya tetap banyak, rasanya masih seperti dulu. Mie Apollo mempunyai tekstur yang khas, lembut dan tidak terlalu kenyal. Mie ini mempunyai keunikan yang membedakan dengan kedai mie bangka lain. Baksonya pun empuk, terasa daging asli bukan sekadar lemak. Di dalam kuah bakso terdapat pula irisan sawi asin dan tahu.

Oh ya. Jika di tempat lain mie ayam mula-mula disajikan polos dengan racikan bumbu tertentu, di kedai Mie Apollo mie yang tersaji sudah diaduk pula dengan kecap oleh kokinya, kemudian mie ditabur suwiran ayam dan seledri. Di Bandung, mie manis model demikian dikenal sebagai mie yamin. Jadi mie yang terhidang sudah manis secara default (emangnya pengaturan hape), kita tidak perlu menambahkan kecap manis lagi, kecuali jika teman-teman menyukai makanan yang super manis dan super pedas seperti saya, tambah lagi saja dengan sambal dan kecap banyak-banyak.



Meskipun sudah punya nama dan sejarah yang cukup panjang, harga Mie Apollo tetap bersaing dengan kedai mie bangka lain. Untuk mie ayam plus teh botol, di depan kasir saya cukup merogoh kocek 20 ribu.

Sepulang berburu smartphone baru di Jambu Dua, tak ada salahnya teman-teman mampir sejenak ke Mie Apollo di area foodcourt lantai bawah. Pelayan serta pemiliknya melayani kita dengan ramah, rasa mie atau menu-menu lain tetap terjaga sedari dulu, tidak berubah. Dan semoga popularitas Plaza Jambu Dua tidak lekas tergusur sia-sia oleh mal-mal lain yang lebih kekinian.[]

Skor Mie Apollo Cabang Jambu Dua :
Rasa : 9
Tempat : 7,5
Pelayanan : 8
Harga : 8
Instagramable : 8

4 Komentar

  1. Wah dulu kalo nganterin nyokap ke pasar anyar, biasanya sebelum pulang mampir dulu makan mie apollo... Enak. Dibayarin soalnya.. haha nice post

    BalasHapus
    Balasan
    1. wah ternyata udah dari dulu banget ya? *lo kan sekarang udah 50an tahun kan haha*

      Hapus
  2. Wadoooh, baca ini pas lagi puasa. Godaan banget... :))

    Kebetulan saya penggemar mi, Mas. Jadi entah itu mi bangka, mi ayam biasa di pinggir jalan, ataupun bahkan mi instan di warung kopi, saya doyan semua... :))

    BalasHapus
    Balasan
    1. wah, sama dong, dit. bahkan saking cintanya sama mie, saya kerap mengorbankan lambung yang tak berdaya dijejali oleh mie :(

      Hapus
Lebih baru Lebih lama