Awal Maret mendatang, genap setahun saya tinggal di rumah sendiri--rumah orangtua di Bogor yang dititipkan kepada saya. Semula saya pikir tinggal di rumah sendiri itu enak, nyaman, asoy geboy. Ternyata anggapan saya itu tidak sepenuhnya benar, malahan salah banget.
Baru saja beberapa hari dihuni, pompa air ujug-ujug rusak (rumah tersebut sudah ditinggalkan penghuni sebelumnya nyaris sebulan lamanya, mungkin ini penyebab rusaknya pompa air itu, selain faktor lifetime). Alhasil malam itu kakak ipar berjibaku--sebab kebetulan saya masih di kampus--mengganti pompa air itu dengan yang baru. Tentu tidak semudah itu. Perkakas semacam obeng, kunci inggris, dan lain-lain belum ada alias belum punya. Tangga dan tang jepit pun harus pinjam tetangga padahal belum kenal-kenal amat, dan memang pada jarang keluar rumah.
Menilik mereknya, iya sih sedotannya kuat, tapi kok pundung ditinggalin sebulan doang. |
Tak sampai dua bulan, gagang pintu ruang tamu patah, di mana sepertinya oleh pemilik lama memang sudah patah namun dilem sedemikian rupa pun diisolasi bening, semacam perlakuan terhadap kado. Oh.. padahal pemilik lama itu bekerja di LIPI. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia! Saya khawatir di laboratoriumnya orang itu bikin riset serta memecahkan masalah setiap hari hanya dengan mengisolasi dan mengelem dengan lem superglue barang-barang dan besi bekas khas Madura. Jadilah robot gedek, bukan robot ashimo seperti di Jepang. Pantesan Indonesia begini-begini aja ya. Orang pinternya aja cuma paham selotip buat mengatasi masalah, pemalas. Eh, malah ngomongin orang. Fokus fokus!
Kemudian pada Ramadan lalu, saya dikasih proyek bikin jalur paving blok untuk tempat nangkring motor dengan cara memotong taman, yang menghabiskan uang dan waktu.
Masih banyak yang tidak mulus dari rumah ini, yang saya lupa apa lagi. Tak baik mengingat hal-hal buruk dari sesuatu bernama rumah. Apa lagi dari seseorang.
*
Beberapa minggu ini saya stres mendengar gemericik air di kamar mandi. Gemericik yang berasal dari keran T kloset yang bocor. Makin lama, suaranya makin menyebalkan, menandakan keroposnya semakin parah. Saya tambal dengan guntingan kanebo plus bergulung-gulung sealtape, namun suaranya masih ada. Sial. Mau dibongkar, masih ragu-ragu, mikir ratusan kali pelbagai kemungkinan, kayak mau nembak perempuan.
Ini sudah diganti. Sebelumnya suaranya berisik. |
Ibu saya yang kebetulan sedang di sini saat itu, hampir tiap hari protes tentang itu, tapi saya tak menggubris karena sedang sibuk sekaligus stres sama urusan kampus yang gak kelar-kelar. Justru baru kemarin sore, pada saat saya sendirian dan beliau tidak ada di rumah, saya menengok keran T kloset itu setelah berminggu-minggu saya pura-pura tak peduli. Setelah mengamati keran tersebut dan tercenung mendengar suara bocor yang kian menjerit, tiba-tiba kenekatan langsung mengemuka di dada. Bongkar-bongkar!
Keropos dan patah. |
Sesungguhnya hati yang luka takkan sembuh dengan hanya diperban, disealtape macam ini. |
Sama, menyisakan patahan keran yang keropos. |
Seperti biasanya, pembongkaran tidak serta merta mulus. Begitu saya putar dengan kunci inggris, keran T itu langsung patah, meninggalkan potongan keran yang tertinggal di dalam konektor "ceweknya" akibat keropos dan korosi itu. Dengan skill seadanya pas masih kerja di pabrik kertas pada zaman prasejarah, saya pahat sisa-sisa logam biadab itu dengan obeng yang dipukul-pukul palu. Singkat kata, berhasil. Dengan sedikit keringat, makian, dan sumpah serapah hahaha.
Sembari berdansa bersama hujan lebat, sore itu saya membeli spare keran T tersebut, dan untungnya banyak sekali toko besi di sekitar perumahan. Karena di corong tubing atau selang menuju bak kloset pun terdapat patahan keran keropos itu, maka selain keran T saya pun membeli tubing kloset dan sealtape 2 pcs.
Taraaa! |
Berhasil horeh! |
Begitu sampai rumah, tanpa dodolitdodolitdodolitbret saya pasang dengan cekatan--karena ngeri membayangkan berak di pasir apabila pekerjaan ini tidak kunjung selesai. Dan harapan saya dikabulkan, alhamdulillah berhasil! Hore, akhirnya hari-hari ke depan bisa berak dengan damai tanpa gemericik suara menyebalkan dari keran bocor.
*
Di rumah, beberapa alat di bawah ini menurut saya wajib hadir adanya di dalam kotak perkakas:
Atribut wajib anak STM di Bogor, Jakarta dan sekitarnya. Saya lulusan STM di Bandung, tapi sempat gak bisa membedakan arit, celurit, dan parang. Sebagai lulusan STM, saya merasa gagal. |
Selain rumah, taman, mobil, motor, sepeda pun kudu diurus. Untuk taman, minimal disiangi rumputnya, disiram tiap sore jika kemarau. Adapun untuk aneka kendaraan alias benda-benda mekanis, minimal dicuci bersih, dikasih oli deh. Service rutin pun harus sih. Tanpa cleaning, preventive maintenance, saya jamin aneka kendaraan itu usianya bakalan pendek. Kenapa? Sudahlah, percaya aja sama calon tukang insinyur! *pede maksimal, minta dikempesin*
Rumah saja banyak problemanya, apa lagi cinta. Penuh romantika, itu sudah keniscayaan. Seperti rumah, cinta harus dirawat baik-baik, jangan cuma ditinggali saja. Masih mau menghuni rumah bobrok, kotor, dan genteng bocor di mana-mana? Makanya, sapu, pel, tambal, rawat rumahmu dengan hati ya.
Happy Valentine bagi yang merayakan dengan happy, bukan dengan menebar kontroversi.[]
cepy mungkin kamu harus berdampingan dengan orang yg tepat buat bantu-bantu benerin rumahnya? #salahfokus
BalasHapushaduh, jad malu :3
HapusWUih, udah dibetulin yaaa... jadi bisa nih kapan2 nginep di sanaaa... Iya, bayar gak papa kok. HAHAHAHA..
BalasHapushahaha, ditunggu lah di bogor!
HapusTinggal di rumah sendiri? awas hantuuuuu :d
BalasHapus*baca ayat kursi*
Hapus