Lima Pertanyaan yang Biasa Diulang-ulang

1.

Tuan, mengapa Anda gendut sekali? Eh, maaf saya keliru. Gembrot.

Selamat, kamu adalah orang ke-666 (semoga kamu bukan dajjal) yang bertanya perihal ini. Mumpung hujan, mari kita ngopi sambil ngemil dua potong mendoan dulu. Dua masih kurang? Jangan banyak-banyak, nanti kamu gendut seperti saya, dan kelak nasibmu niscaya akan serupa; ditanyai pertanyaan muskil macam ini.

Dan, mengapa kamu melontar tanya yang jawabannya panjang sekali, sepanjang jalan kenangan? Saya jawab seadanya saja, supaya waktu kita tidak terbuang, dan waktu memang berharga di zaman instan ini. Ke depannya mungkin bakal marak usaha franchise rental waktu, atau serbuk waktu di dalam kemasan sachet.

Saya terlahir dengan berat badan seumumnya bayi normal, katanya. Kemudian saya tumbuh sebagai batita, balita yang fobia dengan nasi. Melihat nasi, seperti melihat belatung-belatung putih yang mendadak meraksasa sebagai rice monster. Dulu saya hanya bersedia makan singkong rebus, ubi rebus, dan sesekali bubur bayi. Demikianlah mungkin asupan gizi saya minim namun beruntung dahulu kakek saya gemar dan rutin minum susu selepas subuh, dan sebangun tidur pukul empat tiga puluh saya sudah duduk manis di rumah kakek saya yang berada di sebelah rumah, ikut-ikutan minum susu dicelup kue marie tunggal.

Begitu masuk taman kanak-kanak, saya divonis cacingan oleh dokter. Saya diharuskan absen sekolah selama seminggu, lantas dokter menyuruh Ibu untuk memaksa saya makan nasi, kalau bisa dicekoki. Mula-mula, saya kukuh dan menangis tak sudi makan nasi. Namun berkat kasih sayang dan welas asih, nasi pun saya kunyah juga, dan ternyata nasi itu enak. Sejak itu, saya menjalin pertemanan dengan nasi, dan barangkali kini persahabatan kami terlampau erat sebab ketika makan saya selalu minta nasi tambahan.

Sesembuhnya dari sakit, nama panjang saya diganti. Semenjak berganti nama, nafsu makan saya menggila yang mengakibatkan kian bengkaknya tubuh saya dari hari ke hari, sampai sekarang.

Ah, ini dia biang kerok mengapa saya gembrot. Betul sekali, kalau ingin kembali kurus, saya harus mengubah nama untuk ketiga kali. Bagaimana dengan Nikita Mirzani? Pasti saya akan kurus dan terkenal, wara-wiri di infotainment.

2.

Saya dengar dari teman-teman Tuan, Anda adalah orang yang cuek tidak romantis. Benarkah?

Pasti orang tersebut tak pernah berbicara dengan baik dengan saya, dan memang jarang orang yang benar-benar "berbicara" dengan saya. 

Pernahkah kamu setia sendirian menunggu jawaban misterius selama dua tahun, padahal orang yang kamu cintai masih bersama orang lain, haha-hihi dengan orang lain, dan jalan bareng malam-malam dengan orang-orang-orang-orang-orang lain?

Padahal, seperti kata Norman Erikson, hanya kamu yang tahu berapa lama lagi aku harus menunggu. Seperti orang bego, si penunggu tak tahu menahu sampai kapan ia harus menunggu, yang tahu hanyalah Tuhan dan orang yang sedang ditunggu oleh penunggu.

Mana mungkin saya menyia-nyiakan buah penantian panjang yang sering kali memilin pedih dan menguras sabar pada masa dahulu. Logikanya begitu.

Cukup?

3.

Pernahkah Tuan menangis?

Ah, kamu manusia bukan? Dan apakah kau mengira saya berang-berang? Manusia diciptakan dengan istimewa oleh Tuhan. Lain dengan malaikat yang diciptakan untuk senantiasa patuh dan putih, manusia punya perasaan. Perasaan adalah nafsu. Nafsu itu dapat menimbulkan rasa bahagia yang tak pernah sederhana, duka lara, marah yang berujung penyesalan, galau karena memperoleh sepotong lengkuas setelah berpayah-payah memilih rendang mana yang paling besar di prasmanan.

Saya malah ragu pada manusia yang hidupnya selalu tampak bahagia. Adakah ia malaikat? Pelayan Pizza Hut? Atau, ia punya topeng paling mirip muka manusia sedunia, yang mampu menutupi kesedihan-kesedihannya?

Sememangnya, sebagai laki-laki, air mata itu hanya boleh saya kuras di kamar gelap, di rumah kosong, di bawah shower, atau terduduk di pojok kedai kopi di tengah keramaian—di tengah keramaian, saya selalu merasakan kesendirian yang sangat. Atau bila sudah tiada tertahankan, saya bisa menangis, di depan orang yang saya sayangi. Hanya di depan orang tersayang.

4.

Ceritakan perihal hobi membaca dan menulis Tuan, di saat pemuda seumuran Tuan menggandrungi naik gunung dan rakus travelling ke mana-mana demi koleksi timeline instagram, motor trail, mobil offroad 4x4, merakit gundam, dugem, Tuan malah terkesan culun memilih hobi baca tulis.

Hahaha. Jujur saja, jika ditanya oleh orang lain, saya takkan menjawab menulis sebagai hobi saya, melainkan bersepeda. Kenapa? Pertama, ya, seperti yang kamu bilang barusan, saya sudah bosan didaulat culun dari dulu hingga sekarang begini-begini saja. Kemudian, saya ingin dianggap punya kegemaran yang berbau olahraga, sedangkan saya tidak becus bermain bola, basket, badminton, apa lagi balet. Saya hanya bisa bersepeda, itu pun sekadar gowes. Tapi bersepeda tetaplah bersepeda bukan, semahal apa pun part-part yang dipasang melengkapi frame utama dan seketat apa pun celana pesepeda?

Begini, menulis dan membaca adalah keahlian akademik pertama manusia yang diajarkan oleh gurunya. Mau tidak mau, suka tidak suka, semua orang harus menulis. Di papan tulis, di atas buku tulis bergaris, di atas catatan utang, di atas surat nikah. Bahkan ayah saya yang sedang stroke dan tangannya sudah kaku, harus dipaksakan untuk membubuhkan tanda tangan di atas lembar pengambilan tunai uang pensiun di bank. Jadi, siapa yang tak pernah menulis? Semua orang pernah menulis, paling tidak menulis perasaan terpendam di dalam hatinya.

Menulis bukan hobi. Menulis adalah kebutuhan saya.

5.

Ah, mengapa harus sudah sampai kepada pertanyaan terakhir? Saya kan masih banyak stok pertanyaan untuk Tuan. Fuh, nanti saja lain kali saya bertanya lagi. Bolehkan?

Silakan. Yang pasti, ditanya kenapa, saya takkan pernah menjawab "gpp." ditanya mau makan apa, saya takkan menjawab "terserah." sebab itu membegokan. Saya senang sekali ditanya-tanya, tapi saya susah sekali untuk bertanya kepadamu, apa lagi di jaman kiwari, saya sudah kapok mendapati jawaban kepo! kasih tau gak ya ataupun siapa? nanya? mampus? 


Pertanyaan adalah vitamin yang bemanfaat membuat hidup saya lebih hidup. Tanpa vitamin, tubuh saya akan kering dan rentan terserang penyakit. Pertanyaan mewujud obat paling mustajab jika saya terkapar sakit: udah sembuh, sayang? mau aku bawain martabak? Semoga yang bertanya demikian itu kamu, bukan tukang martabak.[]

8 Komentar

  1. Hore, aku sekarang sudah ideal berat badankuuu.. kamu kapaaaan? HUAHUAHUAHUAHUA.... Tiap minggu aku sekarang lari2 muteri alun2 Nganjuk totalnya 5 kilometer. Dan kakiku jadi makin kuat, stamina juga makin asyik! Olah raga memang menyenangkan..

    Tapi sebenarnya aku kepingin gemuk loh. Tapi ternyata tubuhku sendiri tidak menyenangi untuk jadi gemuk. Badan pegal-pegal mulu rasanya..

    BalasHapus
  2. Setuju Cepy, menulis itu kebutuhan, jadi lebih penting daripada hobi.
    Dan juga baik untuk kesehatan. Paling tidak, begitu kata yang hobi. :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. betul, menulis pun bisa jadi obat. obat galau apalagi :D

      Hapus
  3. terima kasih atas informasinya........
    salam kenal dan salam sukses...

    BalasHapus
Lebih baru Lebih lama