Dear M,
Ini bukan surat cinta. Sekadar pacakan rindu saya padamu, yang, entahlah, saya lupa kapan pertama kali mengenalmu. Namun, sebentar, saya ingat-ingat dahulu. Dengan sokongan gelegak rindu yang saya tak tahu bagaimana rupa-upayanya, barangkali kenangan masa-masa lalu terpantik lagi malam ini, manakala saya diperkenalkan huruf sebelum bersekolah oleh Mamah yang tabah (ngomong-ngomong, Mamah pun berunsur dua huruf M). Dan kata berunsur huruf M pertama yang saya dengar dan eja dan ucap adalah Mama dan Mimi.
Langkahmu terus mengikuti saya yang meremaja saat ini. Saya terkagum dengan huruf M. Kau sewujud karcis terusan segala rupa barang dan makanan dan hal yang saya sukai. Meja. Makan. Molor. Musik. Mangga. Melon. Mentari. Mata bola pingpong. Majalah. Mi Aceh. Martabak. Mekah. Malam. Maut. Yang terakhir, tak terlalu saya sukai, jujur.
Oh, ada juga M yang paling tak saya suka. Matematika. Tapi, saya sadar selalu ada hal yang harus saya benci di antara ribuan partikel yang saya suka selama saya masih hidup. Biarlah, barangkali M yang tak saya suka suatu saat menyukai saya.
Versi lain dari rupamu, M, sering saya saksikan di persimpangan jalan arteri, ataupun di dalam mal tengah kota. Berlatar merah, kau kontras dengan warna kuning. Di dalamnya, ada patung badut bergincu merah. Ya, gerai makanan cepat saji, tempat yang sering pula dipakai tempat pacaran padahal saya rasa lebih cocok untuk tempat makan sendirian sebab kursi keras itu dirancang supaya kita makan tergesa-gesa. Bukan begitu, M?
Era surat sudah tak relevan lagi di zaman yang serba cepat, memang. Namun, saya hanya ingin menulis surat ini padamu untuk kemudian diudarakan internet, supaya kau bisa membaca tulisan saya yang paling jelek, sehingga saya takkan pernah mengenal sombong.
Yang mengejutkan, kau adalah huruf ke 13 di antara 26 huruf. Angka keramat. Angka sial. Dan sialnya, saya menyukaimu, M. Sudahlah, bagaimanapun jika angka 3 diputar 900 ke arah kiri sehingga berdempetan dengan 1, itu sudah cukup untuk membuat guratan huruf M. Setidaknya, huruf M kecil.
Orang lain mungkin tak tahu cum tak acuh akan rahasiamu dan angka 13. Biarlah, biar kita yang tahu dan merasakan keajaiban segenapnya menjelujuri kita lamat-lamat.
Usut punya usut, makin lama saya mengenalmu—huruf M, sepertinya bentukmu lambat-laun berubah. Ujung kanan bawahmu bertautan dengan ujung kiri bawahmu, melancip simetris tepat di tengah. Jika boleh saya daulat, bentukmu sekarang, seperti bentuk hati. Bentuk hati yang cantik.[]
P.S. Andai kamu sedang sibuk sehingga tak sempat membaca surat untukmu, cukup eja saja huruf pertama tiap-tiap paragraf. Perlahan, dalam hati.
M yg nampang di gerai makanan cepat saji itu terakhir hanya mengingatkan kesusahan saat suami terserang diare habis dari sana huhuhu...
BalasHapuskok sama ya, aku jg paling nggaksuka matematika, sulit buatku
hadeuh, ikut prihatin mbak hehehe. junk food itu emang enak dan mengenyangkan. tapi cuma sesaat :|
HapusI LOVE YOU Mul...yono.....
BalasHapusah, kok M di depan Reza-nya gak dicantumin sih :3
HapusDuh aku juga M.
BalasHapusMudzofar...
waduh... jadi bingung milih nih, M yang mana ya? Martabak aja deh hahahaha
Hapus"cukup eja saja huruf pertama tiap-tiap paragraf"
BalasHapushahaha baru ngeh
dah kek marmut merah jambu ini XD
hihihi. gimana, cukup romantis gak? XD
Hapusih sukaaaaa sama tulisan ini, ah andai ada yg kasih surat seperti ini ah tapi inisial saya bukan M
BalasHapusapa inisial M ini buat Muhammad Reza? hahahahaa :p
hadeuh, minta disuratin atuh sama kakang Reza :D
Hapus