Teenlit atau Bukan

Ada pertanyaan yang berkecamuk dalam pikiran saya sebelum pertemuan #kelasanggit hari Minggu kemarin. Apakah cerpen atau novel serius itu tidak boleh bertokohkan anak-anak, remaja, maupun orang dewasa tanggung? Karena biasanya cerita yang berisikan tokoh-tokoh berusia tanggung itu tergolong ke dalam teenlit, menurutku. Maka, daripada dipendam, lebih baik pada pertemuan tersebut saya langsung menanyakan hal itu kepada fasilitator #kelasanggit, Khrisna Pabichara dkk.

Nah, menurut Daeng Khrisna, sebuah karya sastra tidak bisa begitu saja digolongkan genrenya berdasarkan usia tokohnya. Seorang penulis bisa saja mencipta tokoh anak SD misal, ke dalam ceritanya. Namun tidak serta merta cerita itu digolongkan sebagai cerita anak atau pun teenlit. Bagaimanapun yang membedakan antara cerita teenlit dan cerita serius (jika boleh dibilang serius) itu adalah pada segi penggunaan bahasa, kedalaman riset, dan skill dari penulis itu sendiri.

Jika masih ragu bahwa usia tokoh takkan serta merta menggolongkan cerita menjadi teenlit, kita bisa menengok cerita fiksi yang bertokohkan anak-anak atau remaja. Sepatu Dahlan, misalnya. Daeng Khrisna mencipta tokoh Dahlan, yaitu bocah SD yang beranjak remaja. Dalam pembuatan Sepatu Dahlan, penulis melakukan riset secara komprehensif ke lokasi yang menjadi latar dalam novel. Bahkan, Daeng sempat tidur berdua Pak Dahlan Iskan (tokoh Dahlan yang benar-benar ada dalam dunia nyata). Maka tidak heran jika kedalaman cerita Sepatu Dahlan sangatlah baik. Pun dengan cara bertuturnya, tak usah diragukan lagi karena kemampuan linguistik maupun sastra dari Khrisna Pabichara sangat baik, terlebih beliau sebelumnya berangkat dari puisi. Maka masihkah menganggap cerita bertokoh anak-anak itu termasuk kategori teenlit atau bahkan cerita anak? Atau, jika ingin contoh yang lebih ekstrem, cobalah tengok novel fenomenal terlaris di dunia, Harry Potter. Bukankah hampir separuh tokoh yang dicipta J.K. Rowling tersebut adalah anak-anak dan remaja?

Kesimpulannya, jangan men-judge genre sebuah cerita dari usia para tokoh di dalamnya. Bisa saja cerita yang bertokoh orang dewasa, malah tergolong masuk ke teenlit akibat kedodorannya si penulis dalam menganggit cerita, seperti alur cerita yang klise maupun logika penceritaan yang amburadul. Tetapi, tidaklah penting melulu merisaukan sebuah genre. Yang terpenting adalah terus menulis, menulis, dan menulis.

4 Komentar

  1. novel perahu kertasnya Dee Lestari juga bukan teenlit meskipun tokohnya abg dan awalnya terkesan kayak teenlit Cep.. :D
    Yang penting nulis yaa.. :D

    BalasHapus
  2. wah .. kau menyimak dulu ya Cepy

    BalasHapus
  3. @mas dani: nah, iya bener, perahu kertas juga :D
    susah tapi sih bikin kayak gitu :-E

    BalasHapus
  4. menyimak? maksudnya mbak? :-?

    BalasHapus
Lebih baru Lebih lama