Beberapa siswa berkumpul di halaman sekolah dasar kala istirahat. Ada yang bermain bola plastik, yang perempuan bermain lompat tali. Namun ternyata masih ada seorang siswa yang terus belajar pelajaran yang diajarkan gurunya barusan.
"Bim, kenapa masih belajar aja sih? Mending maen bola aja yuk!" ajak Rifai, temannya.
"Nggak ah. Tadi kan masih ada sedikit materi yang belom diterangin sama Bu Guru. Aku pengen lebih tahu lebih banyak lagi." kata Bimo.
Rifai termenung sebentar. "Oh, ya udah deh. Kalo gitu aku maen bola dulu sama temen yang lain ya Bim," kata Rifai seraya berlari ke halaman sekolah.
"Iya. Aku disini aja Fai," Bimo meneruskan membaca buku pelajarannya.
***
"Juara umum kali ini, diraih oleh.... Bimo Hartono. Berikan tepuk tangan yang meriah untuk Bimo!" Ibu Guru berteriak semangat sekali.
Bimo naik ke podium dengan wajah sumringah. Ia mendapat piagam dan kenang-kenangan dari sekolah.
"Selamat ya Bim. Belajar terus yang rajin ya sayang," kata Ibu Guru sambil mengusap kepala Bimo.
Bimo mengangguk mantap. Ia merasa menjadi orang yang paling bahagia saat itu.
Dan di bawah podium ada Rifai, teman karibnya. Rifai mengacungkan jempol kepada Bimo. Bimo membalasnya dengan lambaian tangannya sambil tersenyum lebar. Bimo senang sekali bisa meninggalkan kenangan manis di sekolahnya setelah enam tahun belajar dengan tekun, bahkan hampir 'setengah mati'.
Rifai sendiri hanya masuk sepuluh besar.
***
"Saudara Bimo, apakah surat persetujuan dengan klien kita sudah dibalas yang bersangkutan?" seorang CEO bertanya kepada manajernya.
"Emm.. sudah Pak Andi. Kalau bapak ingin membalasnya lagi, saya siap membuatkannya," kata Bimo, seorang manajer perusahaan IT.
"Hmm.. tidak usah. Tadi klien itu menghubungi saya kalau beliau akan datang ke kantor kita. Katanya ingin survey sekaligus ingin berkenalan lebih lanjut dengan saya," Pak Andi tersenyum.
"Baik Pak. Kalau ada yang perlu saya bantu, saya siap," kata Bimo.
"Iya Bimo, terima kasih. Nanti saya hubungi kamu lagi. Sekarang kamu boleh ke ruangan lagi. Silakan," Pak Andi melanjutkan pekerjaannya.
"Baik Pak. Saya pergi dulu, terima kasih," kata Bimo sopan.
Waktu istirahat tiba. Bersama beberapa rekan kerjanya, Bimo ke cafe kantor untuk makan siang disana. Seperti biasanya, ia memesan menu favoritnya, sate ayam.
Cafe kantor itu cukup lengang. Tidak semua karyawan selalu makan disana. Beberapa memilih untuk makan di restoran maupun warung makan sederhana di luar area kantor.
Tiba-tiba di sudut kanan cafe itu ada sosok lelaki cukup familiar di mata Bimo. Bimo merasa flashback ke masa SD nya dulu. Ia segera menghampiri lelaki itu.
"Permisi, ini Rifai bukan?" Bimo berbicara kepada lelaki itu.
Lelaki itu menoleh, kemudian tersenyum lebar. "Ahhh, Bimo. Udah lama banget gak ketemu nih," ternyata lelaki itu adalah Rifai, teman SD nya Bimo dulu.
"Hahahha, akhirnya ketemu kamu juga. Sekarang dimana nih?" tanya Bimo.
"Emm.. kalo domisili di Bogor sih Bim. Biasalah, ngurus anak istri," Rifai tersenyum kalem.
"Oh. Sibuk apa sekarang? Ngomong-ngomong kerja dimana?" Bimo bertanya layaknya wartawan infotainment.
"Hehe, sibuk apa. Bisa dibilang sok sibuk aja sih Bim. Aku gak kerja dimanapun, toh gak ada yang mau nerima aku," Rifai tertawa.
"Blaaahh... gak mungkin. Masa iya sih gak ada yang nerima kamu jadi karyawan," kata Bimo.
"Beneran Bim. Kerjaan aku ya gini aja, keluyuran kemana-mana. Setengah pengangguran," kelakar Rifai.
Bimo bingung sendiri. "Eh, ngomong-ngomong kok kamu bisa ada di tempat ini? Ini kan area kantor yang notabene jarang dikunjungi orang selain karyawan?" Bimo heran.
Tiba-tiba Pak Andi melihat Bimo dan Rifai. Lalu ia bergegas menghampiri mereka.
"Lho, Pak Rifai ya?" Pak Andi setengah kaget setelah menyadari orang di hadapannya adalah klien yang mengajak perusahaannya membuat proyek besar itu.
"Ahhh.. akhirnya saya bisa bertemu dengan orang penting di Jakarta ini. Apa kabar Pak Andi?" sambut Rifai seraya menjabat tangan Pak Andi.
"Hahaha, saya yang seharusnya senang Pak. Senang akhirnya saya bisa bertemu dengan sosok technopreneur muda di Jakarta ini," Pak Andi terlihat sangat senang saat itu.
"Hehe, bisa aja Pak Andi. Jangan berlebihan. Wong kerjaan saya cuman keluyuran kemana-mana, kayak anak hilang," Rifai terkekeh.
"Tapi keluyurannya ditemani ribuan dollar kan Pak, hehehe? Baiklah, gimana kalo kita ke ruangan saya saja sekarang. Sudah saya siapkan jamuan kecil-kecilan di meja saya. Pak Rifai bersedia?" kata Pak Andi.
"Hmm... siapa yang menolak dijamu Bapak CEO. Hehehe, tentu saja bersedia," Rifai tertawa renyah.
Dua sosok penting di Jakarta itu perlahan meninggalkan cafe kantor. Bimo hanya bisa terdiam.
Tags:
fiksi
nasib vs nasib ya :D
BalasHapuswah keren banget , kirain rif penganguran eh tenyata orang terkenal juga :)
BalasHapusartikelnya bisa jadi pedoman nie .Simak Tantangan Kreatif Blogger Berhadiah Mingguan & Grandprize Android
Ayo jadi Rifai! :D
BalasHapus@ima : tepatnya nasib vs NASIB :D
BalasHapus@frozen fox : makasih kang :) | iya bener, jangan mengunderestimate seseorang dari rangkingnya.
BalasHapus@kang achoey : ah, saya mah pengen jadi cepy aja, tapi nasibnya kayak Rifai XD
BalasHapuskalau lagu yg dipakai supertrap trans tv tanggal 22 Desember 2013 pada menit ke 4:10 tu apa judul'a gan?
BalasHapus