Kembali ke Realitas

Tidak terasa liburan telah usai. Usai sudah hibernasi selama kurang lebih dua bulanan ini. Usai sudah bermalas-malasan di siang hari dan begadang semalam suntuknya. Hari-hari selanjutnya tentu saja masih akan terus begadang, tapi begadangnya lain, lebih 'asyik', yaitu begadang ngerjain deadline tugas :p

Well, sekarang saatnya kembali ke realitas. Melakukan aktivitas yang telah kita pilih dalam hidup kita, kembali lagi ke realitas yang takkan jauh-jauh dari realitas yang pahit dan asem. Tapi, semoga saja ketemu realitas yang manis ah, hehe.
Seperti biasa, selalu saja ada yang berbeda di bulan Agustus setiap tahunnya. Setiap bulan Agustus, umur saya bertambah (berkurang sih tepatnya), dan tidak terasa usia saya sudah mencapai 21 tahun. Kalau boleh saya menoleh (baca postingan saya setahun yang lalu disini), setahun yang lalu telah terjadi perjudian dalam hidup saya. Perjudian memilih antara 'uang', atau 'hasrat'. 

Do you know, banyak orang yang sangat terobsesi terhadap yang satu ini, uang. Orang melakukan berbagai cara untuk memperoleh uang yang banyak. Berpindah-pindah pekerjaan demi memeroleh peluang karier dan salary yang menggiurkan, berbisnis MLM yang memberikan janji dan harapan semu, bahkan dengan cara menjadi seorang rentenir. Tidak masalah mengenai cara-cara yang beragam itu, setiap orang mempunyai hak untuk mengubah nasibnya masing-masing. Tergantung perspektif masing-masing dalam memilih jalan hidupnya. Urusan dosa atau tidaknya perbuatan mereka, itu urusan mereka dengan Tuhannya.

Lalu, saya?

Hehe, banyak orang terdekat yang menyayangkan mengapa saya meninggalkan pekerjaan yang sebenarnya gak jelek-jelek amat bidangnya maupun gajinya itu. Mereka bertanya mengapa saya lebih  memilih melanjutkan pendidikan yang notabene tidak menghasilkan apapun (baca: duit), hanya menghasilkan peluh otak dan batin saja. Padahal kata mereka, nyari kerja zaman sekarang itu susahnya minta ampun. Sekalipun dapat, pekerjaan yang didapat hanya sebatas karyawan kontrak ataupun karyawan outsourcing yang sistemnya tidak berperikemanusiaan itu. Mungkin kata mereka, saya adalah orang yang tidak mensyukuri nikmat yang diberikan Allah SWT.

Benar begitu?

Saya pikir, mindset seperti inilah akar permasalahan korupsi yang semakin menjamur saja di negeri kita. Pemikiran yang sangat sempit mengenai pencapaian dan kesuksesan. Mayoritas masyarakat menilai kesuksesan itu adalah mendapatkan uang yang banyak, kedudukan yang tinggi, dan rumah serta kendaraan mewah berserakan dimana-mana. 

Dan, saya tidak mau berpikiran seperti itu. Apa artinya uang berserakan dimana-mana kalau kita tidak bahagia. Kebahagiaan itu hanya bisa terwujud jika kita melakukan apa yang ingin kita capai, passion.

Sesungguhnya ungkapan bahwa uang itu memabukkan bukanlah mitos belaka. Hal itu benar adanya. Uang bisa membuat kepribadian seseorang berubah berpuluh-puluh derajat. Uang bisa membuat seseorang melakukan apapun demi memeroleh uang itu sendiri. Bahkan uang bisa berbalik menjadi senjata makan tuan ketika seseorang terlilit utang dari mana-mana.

Memang, hanya orang dari negeri utopia yang menyatakan bahwa kita tidak memerlukan uang dalam kehidupan ini. Di zaman modern, mustahil orang bisa hidup tanpa uang. Semua kegiatan jual beli menggunakan uang sebagai alat tukar. Kita tetap memerlukan uang.

Hanya, jangan sampai kita menafsirkan uang sebagai tujuan hidup, apalagi menuhankan uang. Ibaratnya, uang hanyalah sekedar bonus dari segala pencapaian dan cita-cita yang kita perjuangkan. Uang hanyalah titipan dari Allah SWT. yang nantinya wajib kita sirkulasikan kepada orang lain. 

Mari, kembali ke realitas..

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama